Pertama Jumpa
Pertama ketemu waktu penataran P-4 , Izal langsung ngecengin Maya. Lalu sepanjang tingkat satu ketertarikan Izal semakin besar namun keberaniannya baru sampai pada tahap memandang dari jauh dan menghayalkannya. Setelah dikompori teman-teman kuliahnya sepanjang masa perkuliahan pada semester pendek, barulah setitik keberanian muncul di dada Izal. Dan pada awal perkuliahan tingkat dua lah semuanya bermula. Dengan mencurahkan keberanian yang hanya setitik serta terlebih dahulu memutuskan urat malu dan tidak lupa membaca Ayat Kursi 10 kali, Izal mencoba berkenalan dengan Maya.
Berjalan sekira 10 meter, tubuh Izal dibanjiri keringat. Gugup.
“Mmm…, Mbak tidak kenal saya kan?”
“….???!!”
“Mmm…Makanya kenalan dong. Biar… kenal.”
“Sa…saya… Izal, anak Planologi.”
Maya spechless…
Melihat Maya hanya terpaku, Izal tambah gugup. Tubuhnya makin kuyup oleh keringat. Sebentar terlihat salah tingkah. Lalu…
“Mmm…, Mbak… boleh minta tisu? Keringat saya makin banyak nih.”
Maya bengong, namun beberapa detik kemudian, entah karena terpesona oleh model kenalan Izal yang sangat extra ordinary atau entah karena kasihan dengan tampang Izal yang memelas dan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Maya mengambil tisu dan menyorongkannya kepada mahkluk yang sedang berekspresi tidak jelas itu.
“Maya. Farmasi.”
Berjalan sekira 10 meter, tubuh Izal dibanjiri keringat. Gugup.
“Mmm…, Mbak tidak kenal saya kan?”
“….???!!”
“Mmm…Makanya kenalan dong. Biar… kenal.”
“Sa…saya… Izal, anak Planologi.”
Maya spechless…
Melihat Maya hanya terpaku, Izal tambah gugup. Tubuhnya makin kuyup oleh keringat. Sebentar terlihat salah tingkah. Lalu…
“Mmm…, Mbak… boleh minta tisu? Keringat saya makin banyak nih.”
Maya bengong, namun beberapa detik kemudian, entah karena terpesona oleh model kenalan Izal yang sangat extra ordinary atau entah karena kasihan dengan tampang Izal yang memelas dan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Maya mengambil tisu dan menyorongkannya kepada mahkluk yang sedang berekspresi tidak jelas itu.
“Maya. Farmasi.”